Pages

Lelaki Surga

“Pebulutangkis? Kamu mau dapat apa?” Teringat kembali perkataan itu dalam lamunanku. Kata-kata Ayah yang begitu mematahkan semangatku. Yang membuat aku terus menangis jika membayangkan masa depanku. Kenapa harus ada hitam jika ada putih?


Awan hitam legam seolah itu adalah aku. Aku yang serasa tak mampu untuk bangkit dari ranjang yang terbalut kelambu. Kelambu yang melambai tenang meski ditiup angin badai. Kenapa kelambu itu hanya melambai tenang? Sedangkan aku saja seperti akan jatuh? Aku menoleh keluar jendela. Gemuruh terdengar jelas dari kedua rongga telingaku. Mampu menggoyahkanku, mengubur anganku.


Kini aku tak seperti dulu, aku seperti debu, harus menunggu angin jika ingin bergerak sementara angin yang ditunggu tak kunjung datang. Aku pun seolah terkurung dalam lubang gelap. Duduk di lantai yang lembab, ditemani ribuan belatung yang sedikit demi sedikit menggerogoti mimpiku. Ya, mimpiku yang dulu. Mimpi menjadi pebulutangkis.


Isak tangisku tak dapat didengar siapapun kecuali Tuhan dan Kedua Malaikat pencatat amalku. Gemuruh itu kembali terdengar menertawaiku. Bisikan halus menyusup ke dalam rongga-rongga telingaku, mengalir hingga batinku. “Kamu hanya bisa menangis?” Aku terdiam sejenak dan berpikir. Aku kembali menangis. “Hanya inikah yang kamu bisa? ME-NA-NGIS?”. Aku tak tahu darimana asal suara itu. Rangkaian kata yang menampar wajahku, lebih sakit dibanding dipukul oleh ribuan tangan petinju. Kenapa harus ada penderitaan jika ada kebahagiaan?


Kucoba resapi, Ku coba selami, segala yang telah terjadi. Kemudian kuseka air mata yang sedari tadi mengalir dengan punggung tanganku. Aku melihat di ujung sana, samar bayangan melambaikan tangan. Menjemputku untuk bangkit. Kekasihku kini datang. Dia yang tak pernah kutemui, Dia yang selalu ada, meski aku ambruk. Dalam cinta-Nya kubersandar.


Cahaya terang menuntun jalanku keluar dari lubang kegelapan. Lubang kepengapan. Lubang busuk yang hampir merenggut mimpiku. Hari ini, kan kupastikan. Aku masih ada di sini. Ya, di duniaku yang dulu. Dalam dunia yang terlukis sejuta mimpi. Mimpi yang sempat terbuang. Mimpi yang sempat tenggelam oleh kabut gelap.


Aku sudah berhasil bangun. Menjalani hidupku seperti semula. Bersama harapan kuberdiri, melawan rasa sepi yang merasuk di hati. Tanpa restu Ayah, ‘kan kubuktikan. Mimpiku ‘kan menjadi nyata.

***


Kala aku tegap berpijak, tak berlangsung lama aku mendapat kabar bahwa usaha Ayah akan ditutup. Aku lemah, seperti manusia tanpa tulang belulang. Diriku hancur berkeping-keping (lagi). Lubang hitam kembali menghantuiku, mengutukku, melenyapkanku. Aku terkurung (kembali), terkurung di dalam dimensi yang sama. Di mana semua terasa mati. Sendiri. Aku menangis.


Bersama sepi kumenembus dinding waktu untuk memanggil nama-Mu, Kekasihku. Karena hanya Engkaulah yang dapat membantuku. Engkau selalu ada saat jiwaku rapuh, di kala ku jatuh. Aku menemukan damai saat berada dalam peluk-Mu. Peluk yang hanya dapat dirasakan pada titik yang paling sensitif dalam diriku, yaitu kalbuku.


Sial! ini bukan giliranku, bukan pula waktuku. Kekasihku tak menjemputku (lagi). Namun, aku sadar! Aku telah dewasa! Aku bukan lagi anak kecil yang harus menangis jika balon yang aku pegang putus dan terbang menjauhiku. Aku harus mandiri! AKU PASTI BISA!. Tanpa kusangka, cahaya terang itu muncul (kembali), kali ini lebih terang dari yang lalu. Aku coba mengikuti. Keluar. Aku terbebas dari kutukan lubang pemakan angan itu. AKU BEBAS!!! AKU BEBAS!! Bebas untuk yang kedua kalinya. HORE! AKU BISA!.


Kucoba membuka lebar sepasang bola mata ini. Kuedarkan pandangan sampai ke sudut dunia. Kutatap ‘mereka’ tersenyum¹. Senyuman hangat. Senyuman semangat. Ya sudahlah. Entahlah apa pun itu.

Setidaknya aku adalah aku. Hidupku bukan hidupmu. Dan begitu sebaliknya. Keputusanku telah bulat, aku mengikuti kata Ayah (saja). Tapi, minatku terhadap bulu tangkis takkan pudar. Selalu ada di sini, di hatiku. Aku yakin, aku kuat, aku hebat. Keyakinan dan Minat terdengar lebih baik daripada Keyakinan atau Minat². Ya, Itu pasti! J


I will survive, I will revive
Getting Stronger, stay alive
Kau berikan aku kekuatan
Untuk lewati semua ini

I will survive, I will revive
Getting Bigger, Bigger than live
Kau yang Esa, yang Perkasa
Give me wisdom, to survive

Firdi Ramadhan

2 komentar: