Pages

TYPO



Gue Clarissa, seorang anak manusia yang bisa dibilang ababil. Ya, karena gue ini baru  saja duduk di bangku kelas IX di salah satu Sekolah Menengah Pertama favorit di kota gue. Kali ini gue mau menceritakan kisah gue di sosial media yang penuh dengan cerita.

Internet, memang menjadi napas kedua untuk gue. Gue serasa ngga bisa hidup tanpa yang namanya internet. Di internet gue bisa nemuin apa aja yang gue mau, bisa jadi nemuin pacar juga, hehehehe, ngga salah kan?

Setiap hari gue ngga bisa lepas sama laptop tercinta. Tapi tanpa wifi atau modem serasa laptop itu tidak ada gunanya, seperti tidak ada nyawa yang bisa buat gue tersenyum. Nah meskipun gue punya smartphone, gue tetep lebih cinta sama si laptop sialan yang sudah bikin hidup gue jadi berwarna.

Kalo sudah terkoneksi dengan internet, jari lentik gue ngga bisa berhenti membuka site yang gue mau. Apalagi kalo bukan sosial media. Sosial media adalah sebuah media online, dengan para pengguna dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan berinteraksi dengan pengguna lainnya di seluruh dunia. Gue punya banyak sosial media, mulai dari facebook, twitter, bahkan blog. Semua itu ngga bisa jalan kalo ngga ada e-mail, meski sekarang untuk buat akun facebook bisa pakai nomor handphone, tapi tetap saja, tanpa e-mail serasa ngga afdol.

Di sosial media, gue dapat banyak teman ‘maya’ yang semuanya asyik dan seru-seru. Ngga cuma teman-teman dari kalangan kota gue saja, tapi seluruh Indonesia bahkan Mancanegara pun bisa didapat.

Sampai saatnya gue kenal dengan seorang cowok yang membuat gue klepek-klepek, sebut saja namanya Rizal. Pertama mengenal Rizal, gue ngerasa nyaman, dia itu anaknya baik dan friendly. Gue mengenalnya gara-gara kita mengidolakan tokoh yang sama. Kebetulankah?. Intinya gue seneng. Serius.

Perkenalan pertama gue dengan dia berawal dari jejaring sosial yang berlambang burung, apalagi kalo bukan twitter. Kicauan mention kami di twitter membuat hubungan kami semakin dekat meski sesungguhnya jarak kami itu cukup jauh. Hingga gue menemukan akun facebooknya dan tanpa berpikir panjang lagi gue langsung add. Tak menunggu waktu yang lama, gue mendapat feedback yang baik dari dia, akun gue pun dikonfirmasi dan kami pun tambah semakin dekat.

Gue ngga menyangka, bagaimana bisa gue mengalami hal ini. Apakah ini yang dinamakan cinta dunia maya? Apakah gue mengalami cinta monyet? Ah sudahlah, yang penting kali ini gue seneng banget. Sangat.


•••

Gue senang bisa seakrab ini dengan Rizal. Rizal tak pernah lupa mengingatkan gue untuk makan. Rizal sangat perhatian.

Semua berubah ketika kebiasaan typo gue kambuh dan menimbulkan malapetaka yang begitu sangat. Saat itu gue sedang asyik-asyiknya mention-mentionan dengannya. Kami menggunakan emoticon-emoticon sebagai pelengkap pembicaraan kami serta menambah kesan menarik di dalamnya. Kali ini laptop gue sedang ngga berfungsi sebagaimana mestinya. Terpaksa gue pinjam BlackBerry kakak gue yang sebenarnya sedang error juga, tapi gue ngga peduli daripada tidak sama sekali dan ngga mau ninggalin moment berbincang dengan Rizal meskipun hanya melalui tulisan yang tak lebih dari 140 karakter.

Sial! Gara-gara BB semakin error, peluang ketypoan gue semakin jadi, gue salah emoticon (baca:emot)! Niatnya gue mau bikin emot sedih tapi yang jadi malah emot kiss? Gue ngga merhatiin dan ketauannya pas mention itu sudah dibalasnya.

Semenjak itulah si Rizal mulai menjauh dan jarang membalas mention, chat, dan DM gue.

Gue ngga habis pikir mengapa bisa gara-gara hal sepele seperti itu semua jadi ngga karuan kayak gini. Gue mulai curiga ada hal lain yang ngebuat dia jadi ‘berubah’. Gue sudah mencoba bertanya, tapi tidak direspon sama sekali dan dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Berawal dari itulah gue jadi kepikiran dan merasa tidak enak dengannya. Berawal dari itulah gue jarang makan karena ngga ada yang ingatkan lagi. Hingga gue tahu bahwa dia itu punya gebetan. Nyesek. Apa karena itukah dia menjauhi gue? Gue butuh penjelasan, Rizal!


•••


“Clarissa!”

Tiba-tiba lamunan gue terpecah mendengar suara Ibu Grace, guru Biologi gue. “I...i..iya Bu” gue tergugup.

“Daritadi Ibu merhatiin kamu ngelamun. Ada apa?”

“Ngga ada apa-apa, Bu”

“Sekali lagi Ibu lihat kamu ngelamun. Awas saja, ibu keluarkan kamu dari kelas”

“Iya, Bu. Maaf”

Tiba-tiba terdengar panggilan dari speaker kelas, “Clarissa Putri kelas IX.4, silakan menuju ruang guru. Sekali lagi, Clarissa Putri kelas IX.4, silakan menuju Ruang Guru”. Waktu itu batin gue pun kaget bukan main. Semua mata manusia di ruang kelas gue serentak tertuju mengarah ke gue yang daritadi terlihat linglung. Gue tahu pasti mereka semua pada ngekepoin gue. Dan tanpa berlama-lama lagi, gue langsung minta izin kepada Ibu Grace dan segera keluar kelas menuju Ruang Guru.

Di perjalanan, gue degdegan banget. Teman-teman gue di kelas lain pun nengok gue dari balik jendela, sementara gue ngga peduli dan mengambil keputusan untuk menunduk.

Akhirnya gue tiba di ruang tempat berkumpulnya para guru di sekolah gue. Di situ hanya ada Pak Alex, wali kelas gue. Ya, gue mendekati Pak Alex kemudian perbincangan kami pun dimulai.

“Clarissa, duduk”. Pak Alex mempersilakan.

“Iya, Pak. Ada apa ya?”

“Gini. Bapak dapet laporan dari guru-guru yang mengajar di kelas, katanya kamu itu sering melamun. Apa itu benar?”. Gawat, Pak Alex mulai mengintograsi gue.

“Sepertinya begitu, Pak” jawabku pendek.

“Kamu ngelamunin apa?”. Pertanyaan kedua sudah terlontar untuk gue jawab.

“Anu, Pak..... anu...”

“Kenapa? Jawab saja”

“Aku punya masalah sama seseorang, Pak” gue sudah berani menjawab dengan jujur. Gue berpikir, daripada gue berbohong, nanti permasalahan gue semakin panjang. Dan mungkin jika gue jujur, Pak Alex bisa kasih masukan ke gue.

“Kamu harus bisa selesaikan masalahmu dengan seseorang itu. Bagaimana pun caranya, kamu pasti tau cara yang terbaik. Minta petunjuk Tuhan” kata-kata Pak Alex sangat benar sekali. Tamparan kata-kata itu membuat gue bangkit dari keterpurukan gue ini. “Nilai kamu turun drastis, Carissa. Bapak ngga mau kamu gagal, ingat sekarang kamu sudah kelas IX” sambung Pak Alex mengingatkan.

“Iya, Pak. Aku akan menyelesaikan semuanya secepatnya” gue menjawab penuh keyakinan.

“Ya sudah, sekarang kamu balik ke kelas.”


•••


Gue kaget bukan main ketika Rizal kirim fotonya ke e-mail gue. Sungguh ngga nyangka. Memang, Rizal adalah laki-laki yang misterius bagi gue. Gue sedikit berpikir. Apa ini benar-benar Rizal? Rizal yang gue kenal dari twitter?. Gue yakin, ini beneran Rizal, kemudian gue pun ikut-ikutan kirim foto gue ke e-mailnya serta menyisipkan sebuah kata maaf di bawahnya.

Tetapi batin gue pun kembali menangis, dia minta gue untuk melupakan kata maaf itu. Benar-benar bingung, dia maafin gue atau tidak. Ini masih misteri.

Sebelum permasalahan ini terjadi, gue pernah menjadi kakak adikan sama dia. Dia memang lebih tua dari gue, sehingga pantas gue panggil dia kakak juga. Semua ini dimulai dari dia yang secara spontan manggil gue adik saat sedang chattingan di facebook.

Kembali lagi ke masa pahit kisah gue dan dia. Ada temennya yang akrab dengan gue juga di sosial media, sebut saja namanya Nino, gue dengan Nino sampai tukeran nomor HP. Ya, gue sih nganggep dia cuma temen aja, begitu pun dengannya. Ngga ada angin ngga ada hujan, si Nino kirimin gue nomornya Rizal. Gue hanya bengong dan ngga melakukan apa pun terhadap nomor yang dikasih oleh Nino.

HP gue dibajak? Oh tidaaaakkk.... pembajak nge-sms Rizal? Pembajak mengaku bahwa dia adalah Clara? Dengan penuh keterpaksaan gue membalas pertanyaan Rizal. Rizal pun membalas meskipun sangat singkat dan jarang sekali. Setidaknya, itu dapat mengobati kerinduan gue. Sampai suatu hari dia menelpon gue.

“Hallo”

Suara Rizal membuat sayap lebar gue tumbuh dan melambung jauh ke angkasa. Gue ngga berani ngomong sepatah kata pun. Kejadian ini membuat gue ngga karuan.

Gue ngga mau berlama-lama ‘ikutan’ berbohong menjadi Clara, seperti si pembajak. Gue mau minta tolong ke Nino buat ngejelasin ke Rizal bahwa gue bukan Clara. Ketika Nino memberi tahu, ternyata si Rizal sudah tau sebelumnya. Degupan jantung gue semakin cepat, gue bingung, sangat teramat bingung. Bagaimana bisa Rizal tahu kalau Clara itu Clarissa? Ini aneh. Serius.

Masih banyak cerita yang ngga bisa gue ceritain di sini.

Hingga sekarang, hubungan gue dengannya masih kurang baik. Gue sudah ngga tau harus bagaimana
lagi. Gue hanya ingin bilang: “SEBENERNYA, GUE ITU CUMA ANGGAP LO TEMAN AJA. ATAU MUNGKIN LEBIH BAIK SAHABAT (?) –ADIK KAKAK– ITULAH ALASAN KENAPA GUE NGGA MAU KEHILANGAN LO. GUE NGGA MAU CUMA GARA-GARA KETYPOAN GUE ATAU MUNGKIN ADA FAKTOR X LAINNYA, HUBUNGAN PERTEMANAN KITA JADI RENGGANG. GUE HANYA MAU LO MAAFIN GUE. ITU AJA. THANKS~”


.....I can see you if you’re not with me

I can say to myself if you’re OKAY!.....

Firdi Ramadhan

6 komentar:

  1. Balasan
    1. Hahaha... fiktif menjadi fakta :D
      Ciyeee... yang punya blog, yang bikin cerita bengbeng *kedipinmata*

      Hapus
  2. Hahaha
    idih genit kau pake acara kedipin mata segala.
    cuma coba coba kok :D

    BalasHapus