
Film karya Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel yang
selanjutnya lebih dikenal dengan nama The Mo Brothers ini terbilang jauh di
luar ekspektasi saya (saya memang tidak pernah berekspektasi terlalu
berlebihan), tapi yang jelas film panjang ketiga mereka ini jauh lebih luar
biasa dibandingkan apa yang saya pikirkan. Hampir setiap scene saya dibuat
merinding, takjub.
Headshot tidak sepenuhnya menyuguhkan adegan penuh darah.
Di beberapa part film ini kita akan menemukan adegan drama romansa yang
menyentuh namun dengan kadar yang waras, juga komedi yang benar-benar komedi
serta ‘dark comedy’. Sebenarnya, film yang syuting di Batam dan Jakarta ini memiliki
cerita yang simple namun tetap indah. Sehingga penonton tidak perlu menguras
otaknya untuk mengetahui alur dalam film tersebut, karena ‘investasi’ utama
dalam film ini adalah martial art itu sendiri.
Berbicara soal film yang tayang serentak di bioskop 8
Desember yang lalu ini memang tidak pernah ada habisnya. Sebab dari awal tau Headshot
bakal digarap, saya sudah kayak cacing kepanasan, excited banget!. Hampir tiap
hari cari informasi tentang perkembangan progress film ini, bahkan saking tidak
tau musti ngapain, ya, saya ngomongin film ini bareng temen nyata dan maya. Sekalian
promosi, hehe.
Baca juga, HEADSHOT: A World Class Action Film
Baca juga, HEADSHOT: A World Class Action Film
Film Headshot telah mengembalikan mood saya untuk
berkarya. September yang lalu saya mengikuti sebuah pameran yang menampilkan
beberapa karya dari seniman Lombok. Waktu itu saya menyumbangkan karya yang
saya buat menggunakan perpaduan antara selotip dengan pensil warna yang
kemudian membentuk poster film action ini. Selain itu, mendekati release-nya
film ini di bioskop, saya sering membuat fanart menggunakan beberapa media,
dari yang wajar hingga kurang wajar, baik di rumah maupun di kampus.
Toronto International Film Festival (TIFF 2016) menjadi
festival film internasional pertama yang diikuti Headshot yang sekaligus
menjadi world premiere penayangan film ini. Headshot sendiri telah mendapat banyak
pujian di luar sana, bahkan Headshot berhasil membawa pulang gelar Grand Prix
Noveau Genre Award di L’étrange Festival Paris. Pun, Headshot sukses memperoleh
piala citra Festival Film Indonesia (FFI 2016) dalam kategori Penata Efek
Visual Terbaik dan Penata Suara Terbaik.
REVIEW:
Tentunya setiap hal memiliki kelebihan dan kekurangan,
termasuk film Headshot. Saya akan memberikan review saya secara objektif.
Headshot, sebuah film action-drama ini memiliki
koreografi martial art yang keren banget. Koreografi yang dibentuk oleh Iko
Uwais dan timnya ini memang tidak perlu diragukan. Adegan fight yang
dimunculkan dalam Headshot begitu memukau, terlebih pertarungan antara Ishmael
(Abdi) dengan Rika di pantai yang badass dan sedikit dijadikan sebagai ‘pencuci
mata’ di tengah sesak adegan brutal yang
tiada hentinya. Serentetan fighting scene tersebut dapat dikatakan tidak kalah
dengan film Iko terdahulu dan Headshot memiliki nilai tersendiri. Ditambah dengan
pengambilan gambar yang memiliki cita rasa Hollywood semakin menambah
kegilaan film ini, walaupun memang agak sedikit shaky. Intinya, penonton tidak perlu
ragu dengan karya-karya dari MoBros. Ini juga berkat kepiawaian Andi Novianto
dalam menampilkan visual efek yang terlihat nyaris real sempurna dan dibantu make-up
dari Kumalasari Tanara yang tidak usah dikhawatirkan lagi hasilnya yang super
keren (meski kali ini saya melihatnya kurang rapi).
Selain itu, scoring yang diberikan Aria Prayogi, Fajar Yuskemal, dan M.
Ichsan Rachmaditta untuk Headshot menjadikan film ini semakin di atas angin. Sangat
indah dan menegangkan. Original Soundtrack (Andre Harihandoyo & Sonic
People - Impostor Heart) yang diperdengarkan pun terbilang amat match dengan
scene yang ditampilkan.
Acting semua pemain dominan ke arah luar biasa. Sunny Pang yang terlihat begitu
dingin, santai, dan mematikan. Julie Estelle dengan karakter ‘never stray’-nya
yang anjir keren banget. Chelsea Islan yang boom ketika pegang senjata. Avrilla
yang bikin saya kagum berat sama nih anak, apalagi pas dia pecahin piring ke kepala
anak buah Lee sewaktu hendak ‘mengganggu’ Ailin. Iko Uwais yang lentur banget
menunjukkan kekuatannya. Very Tri Yulisman, David Hendrawan, dan Zack Lee yang
menjadi pemanis edan! Mereka semua memang dewa banget!. Tapi... kenapa
dialognya terdengar tidak natural? Dialog beberapa pemain agak kaku, meskipun
ini cocok untuk Ishmael yang lupa ingatan. Dialog bahasa Indonesia Mr. Lee juga
terlalu dipaksakan.
Di balik kesederhanaan alur film Headshot, terdapat plothole yang lumayan
menganga. Tapi, overall saya suka film ini, tidak sia-sia nonton bareng
temen-temen sepulang dari kelelahan aktivitas di kampus.
INILAH YANG DINAMAKAN KARYA SENI ANAK BANGSA. TERIMA KASIH, MO BROTHERS.
(8.5/10)
SINOPSIS:
Seorang
lelaki misterius terbangun dari siuman setelah mengalami kondisi koma cukup
lama. Ailin (Chelsea Islan), seorang mahasiswi kedokteran, merawat sang pemuda
dengan telaten. Ia ditemukan terdampar dalam kondisi sekarat dan terdapat luka
tembakan di kepala. Ailin memberi nama pemuda tanpa identitas dan hilang
ingatan itu dengan nama Ishmael (Iko Uwais). Ketika hubungan keduanya mulai
dekat, tanpa disadari nyawa Ishmael justru terancaEvhan Syahrezam. Banyak
pembunuh yang menginginkan kematiannya. Ailin pun terseret pusaran masalah yang
dihadapi Ishmael.
Bahaya
dihadapi Ailin, ia diculik komplotan kriminal yang dipimpin oleh Lee (Sunny
Pang), seorang bos mafia yang begitu misterius. Perlahan-lahan ingatan Ishmael
kembali, seiring usahanya menyelamatkan Ailin. Semua konfrontasi kekerasan yang
dialami Ishmael, perlahan membuka kembali ingatannya. Setiap kali menghadapi
kawanan kriminal, Ishmael seakan menemukan kembali potongan memori, seperti
menyatukan puzzle dalam bingkainya. Namun justru potongan-potongan puzzle
itulah yang mengingatkan kembali Ishmael akan masa lalunya. (sumber:
bintang.com).
Kamis, 8 Desember 2016, saya dan teman-teman, 'berhasil' menyaksikan film ini. Hal pertama yg bisa dilakukan setelah menonton HEADSHOT adalah tepuk tangan. Iya, jujur saja, film ini memang layak diberi apresiasi sebaik mungkin. Sebab apa yanh disajikan tak berkesan pasaran. Romansa, komedi, dan unsur terpenting ialah perkelahian, membuat HEADSHOT begitu asyik utk dinikmati. Walaupun begitu, jujur saja, meski begitu hebat dalam hal darah yg berlumuran, kemudian tulang yg patah, serta perkelahian yg begitu mengagumkan, tetap saja ada satu dan lain hal yg tidak begitu tersampaikan dng baik. Semisal, romansanya. Entah kenapa, bagi saya ada sedikit kecanggungan yg terjadi antara Ailin dan Abdi (Saya lebih senang menyebut Abdi). Sepertinya kurang begitu emosional ketika dua org tsb saling bercengkrama.
BalasHapusTerlepas dari romansa yg kurang (bagi saya) tsb, tidak akan membuat film ini menjadi tidak layak ditonton oleh orang dewasa lainnya. Saya yakin ini memang soal selera, selayaknya makanan, ada yg suka pedas, dan ada yg suka manis. Jadi hal yg wajar bila ada yg suka dan tidak suka terhadap film ini. Dan bagi saya, si orang yg tidak suka pedas, saya menyukai film ini.
Apalagi yg bisa saya katakan? Tonton saja Headshot dan ingat, 'carpe diem'.
Terima kasih Mas Fariz atas kesempatannya dapat menonton film HEADSHOT sekaligus memberi komentar ulasannya tentang film ini. Memang susah kalo berbicara soal selera. Dan saya lumayan setuju dengan pendapat Mas Fariz, karena kalo "bagi saya, si orang yang suka pedas, saya menyukai film ini."
HapusThanks for visiting :)
sayangnya samapai saat ini belum bisa nonton :D
BalasHapusIya, Mas Evan, soalnya baru aja seminggu di bioskop Lombok tapi filmnya udah keburu turun layar. Mungkin secepatnya Mas akan nonton film ini. Aamiin.
HapusTerima kasih atas kunjungannya 🙏🏽