Sempat
beberapa kali mengalami perubahan judul, akhirnya MISTERI BAHU SANG PENARI
dipilih untuk menghiasi cover novel horror mystery dari seorang penulis asal
Pemalang, Hadiyanto MS (entah MS itu kepanjangan untuk apa). Mungkin sebagian
orang mengetahui nama itu, tapi mungkin juga masih ada yang lupa atau bahkan
tidak tau sama sekali. Kalau saya bilang pijar88 (?) Tentunya orang-orang akan
berkata: “Ooooohhh”
Yap!
Pijar88. Dialah yang berhasil merangkai kata-kata itu menjadi sebuah cerita
mistis di zaman dulu, yang tidak dulu-dulu amat, zaman sebelum saya lahir
hingga saya lahir di dunia ini. Berkat karya sebelumnya, 4 TAHUN TINGGAL DI
RUMAH HANTU (4TTDRH), saya tidak ragu untuk membaca novel yang sekarang sedang/akan
saya bahas ini.
Lembar
pertama dalam novel tersebut, pembaca disuguhkan oleh testimoni dari beberapa
orang yang pastinya lebih dahulu membaca novel itu sebelum ia beredar di toko
buku. Berpindah ke lembar-lembar berikutnya, pembaca semakin dibuat penasaran
dengan kata pengantar dari seorang aktor senior, Torro Margens. Dan sedikit
ulasan tentang kisah MBSP, selanjutnya barulah kita akan memulai sebuah
pertualangan dengan nuansa tempo dulu (tahun 80-an).
Banyak
sekali rintangan yang saya hadapi saat membaca novel itu, selalu ada alasan
yang memaksa saya untuk berhenti sejenak membaca dan melanjutkannya di kemudian
hari. Padahal, saya sangat ingin selesai membacanya cuma sehari saja, tapi
rupanya UAS tetap membayangi saya, sehingga dengan terpaksa saya menutup novel
itu dan meletakkannya di rak buku.
Benar
saja, setelah saya bebas dari ujian dunia itu, saya melanjutkan membaca novel
yang selama ini saya eluh-eluhkan karena kekerenannya, bahkan sebelum novel itu
bertengger di toko buku langganan.
Jiwa
saya mengalir, masuk ke dalam cerita yang dipadukan dengan budaya Indonesia.
Sintren salah satunya. Saya diantar penulis terus menjelajahi setiap bab dalam
novelnya. Hingga saya pun sukses mengkhatamkannya.
Novel
MBSP, mengisahkan perjalanan hidup dua sejoli, Wardoyo dan Ranti yang tanpa
henti diterjang badai, mulai dari hubungan mereka yang tak direstui orangtua
Ranti, guna-guna, pengakuan Wardoyo yang kemudian membuat ia terperangkap dalam
batu Combong, kelahiran Ranti tanpa suami, dan lain sebagainya. Selain itu,
hiruk-pikuk suasana pedesaan yang sarat akan mitos juga tergambar sangat jelas
dan apik di dalam novel tersebut.
Jujur,
saya sih sangat menyukai cerita MBSP, terutama karena gaya bahasanya yang bagi
saya puitis. Saya juga suka bagaimana Oom Pijar88 mendeskripsikan keadaan alam,
kehidupan para tokoh, yang kesemuanya itu membawa pembaca seolah berada di
dalam cerita dan menyaksikan sendiri apa yang dialami para tokohnya.
Berbicara
mengenai konflik. Dari awal pun konflik sudah terlihat meskipun sangat samar
dan baru ketahuan di tengah-tengah cerita. Berbagai macam konflik datang silih
berganti, membuat emosi pembaca juga ikut larut dalam konflik-konflik itu.
Menurut
saya, klimaks dalam novel MBSP ini terletak di bagian Wardoyo yang mengaku
bahwa ia telah mengguna-guna Ranti. Karena
saat membacanya, saya tau betul bagaimana perasaan Ranti dan juga bagaimana
perasaan Wardoyo. Tapi sayang, klimaks itu terlalu singkat, namun tidak lantas
mengurangi kemenarikan kisah ini.
Saat
membaca, saya pernah mengalami fase soktau. Saya sempat berpikir 15 tahun
terlalu tua untuk anak kelas 1 SMP, ah saya lupa kalau ini bukan zaman
sekarang. Semuanya berbeda. Sama halnya seperti anak zaman sekarang yang lebih
senang bermain dengan teknologi ketimbang bermain permainan tradisional
layaknya zaman di dalam novel MBSP. Oke, abaikan saja.
Sekian
saja ya review, testimoni, atau apalah dari saya ini. Harapannya sih, semoga
novel ini bisa lebih sukses dari novel 4TTDRH atau paling tidak menyamakan. Sebab,
novel ini adalah novel yang bagus. Novel yang bagus ya seperti novel ini.
Thankyou~